Search This Blog

Thursday, 30 November 2017

Masih di Sini, Entah Sampai Kapan

Masih aku di sini.
Menikmati sepi di malam hari.
Di ruangan yang begitu aku sukai.
Tempatku menikmati rasa yang menusuki.

Aku tergila-gila, aku candu, rasa sakit ini seperti heroin.
Selalu ingin ku rasa, apalagi saat malam menjelang.
Membuatku melayangkan kata-kata puitis.
Yang ketika aku sadar, aku tak yakin pernah menulisnya.


Masih aku di sini.
Menikmati dingin malam yang terasa hangat.
Membiarkan penaku menari-nari di atas kertas.
Ya, menari-nari.

Aku membayangkan jika saja masih sama.
Mungkin tak jadi seperti ini.
Dulu tak ku bayangkan, karena ku pikir tak mungkin.


Masih aku di sini.
Menikmati alunan angin yang mementuk harmoni.
Ku pejamkan mata ini
Lalu tiba-tiba kau di sini.

Lalu senyum indah itu kau tampilkan lagi.
Ku pandangi sepenuh hati.
Lalu tiba-tiba pergi.
Aku tersadar kembali.


Masih aku di sini.
Menyimpan semua di buku ini.
Tentang cerita yang ku yakin belum usai.

Semakin aku tak mengerti.
Kita sudah ribuan hari tak bersama.
Tapi rasaku masih sama.
Padahal kita bersama tak sampai 365 hari.

Lalu aku pun mengerti bagaimana perasaan para pecinta.
Aku yakin perasaan mereka layaknya gunung.
Menjulang tinggi ke langit.
Tapi menusuk ke bagian paling bawah bumi.


Masih aku di sini.
Tapi tidak dengan pikiranku.
Sudah ku beritahu kan pikiranku dimana?

Malam ini seperti malam sebelumnya, selalu aku memikirkanmu meski tak setiap malam.
Hei, bisakah kau membuktikan telepati itu benar atau salah?
Saat ini aku sedang memikirkan tentangmu dan beberapa pertanyaan pun terlontar. Benarkah telepati? Benar kau juga memikirkanku? Atau salahkah telepati? Kau tak pernah memikirkanku lagi?

Tuesday, 24 October 2017

Mereka yang Bilang

Tiba-tiba mellow lagi.
Dengan mudahnya air mataku menetes lagi.
Tlah ku coba tuk menahannya.
Tapi air itu ego, ia tetap memaksa sehingga aku pun mengalah.

Mengapa tetap begini?
Mereka bilang aku butuh pengganti.
Namun setelah kucoba mencari tetap saja begini.
Belum bisa hatiku menerima lagi.

Aku lelah, bahkan gerah.
Ingin berubah, namun tak kunjung ku temui hari cerah.

Abu-abu. Begitu kata mereka.
Padahal aku selalu merasa berwarna.
Ternyata benar, aku membohongi diriku.
Tlah ku coba berakting dengan warna, namun warnaku tetap satu, abu-abu.

Tawa palsu. Itu juga kata mereka.
Padahal aku selalu tertawa begitu saja.
Setidaknya begitulah memang ku merasa.
Namun ketika aku tertawa, aku tak pernah melihat mataku.
Sedangkan mereka melihat bola mataku.

Tuesday, 7 March 2017

Cuma Kata Andai

Setahun yang lalu.
Saat kau memberikan sedikit perhatianmu kepadaku yang sedang tidak sehat.
Aku senang, bahagia, tak dapat kulukiskan dengan kata-kata.
Namun dibalik itu, aku mencoba membendung rasa bahagiaku, menyimpannya dalam hati agar kau tak mengetahuinya.
Aku tahu, saat itu kau mencoba mengingat kembali sedikit tentang kita dahulu yang pernah hebat di mata mereka.
Aku sangat tertarik dengan pembicaraan itu, hanya saja sakitku membuatku tidak fokus dengan apa yang kau bicarakan.
Aku senang, bahagia ketika kau mencoba bercerita tentang kita.
Tapi aku yakin, karena kejadian itu pasti membuatmu merasa kau ku abaikan.
Seandainya saja aku dapat mengatakan apa yang ku rasa pada saat itu, mungkin kita akan mengulang kembali cerita kita yang pernah hebat itu, bahkan mungkin lebih hebat lagi dari yang dulu.
Dan mungkin kini, kau tak akan jadi miliknya yang tak pernah kuduga ini semua akan terjadi. Aku tak pernah menyangka ataupun memprediksikan bahwa kau akan menjadi miliknya.
Aku tau kau dan aku takkan pernah bisa bersatu kembali. Itu semua sudah kulihat jelas sejak dahulu, sejak kita bersama. Tapi entah mengapa, selama aku berjalan kini, baik sendiri atau pun bersama seseorang. Hatiku tak bisa ku bohongi, dia masih menjadi milikmu. Berulang kali mencoba memberikannya dengan yang lan, namun ia menolak. Ia hanya milikmu.
Apa yang harus aku lakukan? Bisakah aku menemukan seseorang sepertimu? Ya, tepat sepertimu. Karena aku jatuh cinta dengan caramu yang memperlakukanku bak putri raja.

Template by:

Free Blog Templates