Tiba-tiba mellow lagi.
Dengan mudahnya air mataku menetes lagi.
Tlah ku coba tuk menahannya.
Tapi air itu ego, ia tetap memaksa sehingga aku pun mengalah.
Mengapa tetap begini?
Mereka bilang aku butuh pengganti.
Namun setelah kucoba mencari tetap saja begini.
Belum bisa hatiku menerima lagi.
Aku lelah, bahkan gerah.
Ingin berubah, namun tak kunjung ku temui hari cerah.
Abu-abu. Begitu kata mereka.
Padahal aku selalu merasa berwarna.
Ternyata benar, aku membohongi diriku.
Tlah ku coba berakting dengan warna, namun warnaku tetap satu, abu-abu.
Tawa palsu. Itu juga kata mereka.
Padahal aku selalu tertawa begitu saja.
Setidaknya begitulah memang ku merasa.
Namun ketika aku tertawa, aku tak pernah melihat mataku.
Sedangkan mereka melihat bola mataku.
Dengan mudahnya air mataku menetes lagi.
Tlah ku coba tuk menahannya.
Tapi air itu ego, ia tetap memaksa sehingga aku pun mengalah.
Mengapa tetap begini?
Mereka bilang aku butuh pengganti.
Namun setelah kucoba mencari tetap saja begini.
Belum bisa hatiku menerima lagi.
Aku lelah, bahkan gerah.
Ingin berubah, namun tak kunjung ku temui hari cerah.
Abu-abu. Begitu kata mereka.
Padahal aku selalu merasa berwarna.
Ternyata benar, aku membohongi diriku.
Tlah ku coba berakting dengan warna, namun warnaku tetap satu, abu-abu.
Tawa palsu. Itu juga kata mereka.
Padahal aku selalu tertawa begitu saja.
Setidaknya begitulah memang ku merasa.
Namun ketika aku tertawa, aku tak pernah melihat mataku.
Sedangkan mereka melihat bola mataku.