Layaknya sosok pembunuh karakter. Entah
memang harus seperti itu aku menyebutnya, entah memang karakterku yang harus
berubah. Aku benci berubah jika itu terkait dengan diriku. Aku benci bila harus
bertingkah menjadi orang lain.
Entahlah, ibarat sisi gelap dan terang
sedang menyombongkan diri siapa yang lebih hebat. Terkadang sifat ego mementingkan diri sendiri
itu muncul, namun sifat pengecut juga muncul. Akal sehat pun tak mampu lagi
berfikir bagaimana harusnya bersikap. Hanya diam, memandang sesuatu dan
melepaskan beban fikiran.
Mereka bilang itu semua karena aku
mematikan hati, menutup cinta yang hendak masuk, merelakan hati yang ingin
disiram namun tak diberi air. Menikmati sakit serta perih secara bersamaan,
sendirian. Hanya sendiri, yaa hanya sendiri.
Lelah. Aku lelah memikirkan itu semua,
aku bukanlah jantung yang tak pernah lelah berhenti untuk berdetak. Aku tak
pernah mengerti apa sebenarnya karakter ini, masuk kemana ia? Ego, pengecut,
tak pernah bisa berjanji dengan diri sendiri.
Ibarat telur, memiliki pertahanan yang
kuat, namun memiliki 2 sisi di dalamnya, sulit untuk disatukan. Menyatukannya
pun harus dengan goncangan yang sangat kuat. Sudahlah pikirkan sendiri
bagaimana aku akan melanjutnya kata itu untuk menggambarkan aku.
Kembali pada cerita hati. Aku punya
hati. Tapi aku tak tau cara menggunakannya. Oh tidak, sepertinya aku hanya lupa
bagaimana cara menggunakannya. Entahlah aku pun bingung bagaiamna
mengutarakannya.
Sudahlah sepertinya aku mengantuk….
0 komentar:
Post a Comment