Berawal dari janji yang terucap dahulu.
Diucap dengan penuh keyakinan takkan pernah dilanggar.
Diucap dengan penuh keyakinan takkan pernah dilanggar.
Siapa pernah tau? Dengan kelantangan dan keteguhan hatinya, ia yakin bahwa perasaannya akan tetap sama dari hari itu hingga hari yg tak sampai 24 jam mendatangi.
Namun, ketika hati telah dibalik oleh sang pencipta, takkan pernah ada insan yang tahu bagaimana kelanjutannya.
Bahkan ketika itu, insan pun akan merasa bodoh, mengapa ia mengucapkan janji itu.
Penyeselan? Yaa, setahuku tidak ada kata yang lebih tepat lagi selain penyesalan yang akan dirasakan sang insan.
Penyeselan? Yaa, setahuku tidak ada kata yang lebih tepat lagi selain penyesalan yang akan dirasakan sang insan.
Insan pun memohon maaf, meminta agar kata itu terlontar dari hati yang telah dijanjikan. Namun, sang insan takkan pernah tau, apakah semua dapat kembali lagi seperti dahulu. Keputusan oleh hati yang dijanjikanlah yang akan menentukan apakah ia akan menarik bibirnya ke bawah sambil mengeluarkan air dari matanya atau menarik bibirnya ke atas sambil berlari menuju hati yang dijanjikan dan mengucapkan terimakasih.
Akhirnya ia tersadar dalam lamunannya, mengingat semua yang terjadi dahulu, kesalahan di masa lalu, jantungnya pun berdetak lebih cepat dari biasanya. Segera ia meminum kopi yang ada di dekatnya, lalu ia pun kembali terhenyak.
Kali ini, bukanlah tentang janji yang berada dalam fantasinya. Kali ini fantasi membawanya ke dunia yang diimpikannya. Memimpikan, mengimajinasikan, membayangkan ia mendapat maaf dari hati yang dijanjikan. Mereka tersenyum, tertawa, dan bahagia. Yah, kata itulah yang paling tepat untuk menggambarkan perasaannya dalam dunia fantasi itu. Namun seketika, otaknya memaksa memikirkan suatu yang negatif, memaksa fantasinya untuk mengubah alur ceritanya, kini fantasinya tidak lagi dipimpin olehnya, namun dipimpin oleh sisi negatifnya. Tak tahan dengan itu semua, ia tersentak kembali fantasi pun berakhir.
Kali ini, bukanlah tentang janji yang berada dalam fantasinya. Kali ini fantasi membawanya ke dunia yang diimpikannya. Memimpikan, mengimajinasikan, membayangkan ia mendapat maaf dari hati yang dijanjikan. Mereka tersenyum, tertawa, dan bahagia. Yah, kata itulah yang paling tepat untuk menggambarkan perasaannya dalam dunia fantasi itu. Namun seketika, otaknya memaksa memikirkan suatu yang negatif, memaksa fantasinya untuk mengubah alur ceritanya, kini fantasinya tidak lagi dipimpin olehnya, namun dipimpin oleh sisi negatifnya. Tak tahan dengan itu semua, ia tersentak kembali fantasi pun berakhir.
Insan langsung meminum kopinya lagi, ia langsung membuka hanphone lalu mencari media sosial milik hati yang dijanjikan. Air pun langsung turun dari sudut matanya yang sendu.
Tidak. Aku tak dapat menuliskan perasaannya saat itu. Aku tak melihat bibirnya tersenyum maupun merengut. Aku hanya melihat dua buah bola mata yang berair dan sendu menatap sebuah foto yang berada di handphone nya, selain itu tatapannya kosong, hanya menampilkan tatapan rindu, itu saja.
0 komentar:
Post a Comment